Represi Pers Mahasiswa: Perjuangan PPMI dan Kebangkitan Suara USU
PUKUL setengah empat pagi, Sabtu 30 Maret 2019. Jalanan kota Medan masih becek sisa hujan, dan suasana terasa sunyi, seolah-olah seluruh kota masih mencoba menunda kenyataan. Hanya saya yang terbangun dengan penuh harap dan sedikit rasa cemas. Pagi ini, saya harus terbang ke Jakarta, melanjutkan perjalanan ke Pangkalpinang, Bangka Belitung. Raut wajah Dinda, yang masih tertidur pulas di sekretariat, terlihat lelah. Di sisinya terbaring Mila, salah satu mahasiswa yang cukup vokal menyuarakan isu-isu pemberdayaan perempuan. Mereka adalah para pejuang yang kehilangan rumah . "Pamit dulu, makasih udah dijemput," ucap saya melalui pesan singkat. "Heee, Mahengggg, belom foto. Kok gak kau banguni aku.... Ehhhh, kamprettt. Sumpah dongkol kali, aku sedih ni serius," balasan dengan logat Sumatera itu saya terima saat hampir menaiki pesawat. Logat kekecewaan yang kental itu menjadi penanda pahit: kami baru saja meninggalkan medan pertempuran. Rumah y...