Rekomendasi Buku Childfree: Mengupas Childfree & Happy Karya Victoria Tunggono
Kalau kamu sedang mencari rekomendasi buku childfree yang menyajikan perspektif menarik dan seimbang, ulasan tentang buku Childfree & Happy: Keputusan Sadar untuk Hidup Bebas Anak karya Victoria Tunggono (Tori) ini wajib kamu simak.
Tori bilang, "Semua orang boleh punya anak sebagaimana semua orang boleh nggak punya anak."
Pernyataan sederhana namun menggelitik ini membuka diskusi tentang sebuah fenomena yang semakin mendapat perhatian di Indonesia: pilihan untuk hidup tanpa anak.
Ulasan ini akan membedah mengapa buku ini bisa jadi bacaan penting, bahkan buat kamu yang memilih jalur hidup konvensional, menentang isi bukunya.
Mengapa Buku Childfree & Happy Penting dalam Rekomendasi Buku Childfree Indonesia?
Apa Perbedaan Utama antara Childless dan Childfree?
Tori membedakan dua konsep yang sering tertukar.
Childless merujuk pada kondisi seseorang yang nggak dapat memiliki anak karena faktor medis seperti infertilitas.
Sementara childfree adalah pilihan sadar untuk nggak memiliki anak.
Perbedaan ini fundamental karena yang satu adalah ketidakmampuan, yang lain adalah kebebasan.
Dalam konteks global, penelitian menunjukkan bahwa fenomena childfree telah menjadi bagian dari transisi demografis modern.
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022 mengindikasikan bahwa 8% perempuan Indonesia usia 15-49 tahun memilih untuk childfree.
Filosofi Hidup dan Prinsip Otonomi Individu
"Hidup adalah pilihan"—ini adalah inti dari argumentasi Tori. Bahkan ketika seseorang memilih untuk nggak memilih, itu tetap merupakan pilihan.
Konsep ini sejalan dengan prinsip otonomi individu yang berkembang dalam masyarakat modern.
Leonardo da Vinci pernah bilang, "He who truly knows has no occasion to shout" (Dia yang benar-benar ngerti nggak akan teriak-teriak).
Kutipan ini sangat relevan dengan perdebatan childfree: mereka yang yakin dengan pilihan hidupnya—apakah itu memiliki anak atau nggak—nggak akan memaksakan pandangannya kepada orang lain.
Rekomendasi Buku Childfree dan Konteks Global: Refleksi dari Corinne Maier dan Gita Savitri
Analisis Alasan Childfree: Perspektif Corinne Maier
Buku Tori ini nggak berdiri sendiri dalam literatur tentang childfree. Corinne Maier, psikoanalis dan ekonom Belgia, lebih dulu mengeksplorasi tema ini dalam bukunya No Kids: 40 Reasons for Not Having Children.
Kerennya, Maier adalah ibu dari dua anak, memberikan 40 argumen mengapa seseorang mungkin memilih untuk nggak memiliki anak.
Maier mengategorikan alasan childfree ke dalam lima kelompok utama:
- Pribadi: Merasa nggak punya waktu untuk mengurus anak.
- Psikologis dan Medis: Trauma masa lalu, kekhawatiran terhadap penyakit genetik.
- Ekonomi: Pertimbangan biaya hidup.
- Filosofis:Prinsip hidup personal.
- Lingkungan: Pertimbangan dampak terhadap bumi.
Dimensi Lingkungan dan Stigma Sosial di Indonesia
Salah satu argumen paling kuat dalam diskusi childfree adalah perspektif lingkungan.
Melahirkan anak berarti menambah satu manusia di bumi yang akan mengonsumsi sumber daya dan berkontribusi pada masalah lingkungan.
Dalam konteks Indonesia, penelitian menunjukkan bahwa pilihan childfree sering kali dimotivasi oleh kekhawatiran tentang overcrowding, degradasi lingkungan, dan ketidakpastian masa depan.
Fenomena childfree di Indonesia menghadapi tantangan budaya yang signifikan. Riset menunjukkan bahwa perempuan childfree sering dianggap gagal mencapai peran sosial mereka sebagai perempuan.
Namun, data juga menunjukkan pergeseran persepsi.
Survei tentang pandangan masyarakat muda Indonesia terhadap childfree menunjukkan bahwa 79.2% responden bersikap netral, 16.7% menilai positif, dan hanya 4.2% yang menilai negatif.
Kasus Gita Savitri dan Dampaknya pada Diskusi Publik
Diskusi tentang childfree di Indonesia mendapat momentum besar ketika YouTuber Gita Savitri Devi secara terbuka menyuarakan pilihan childfree-nya.
Pernyataan kontroversialnya bahwa "nggak punya anak memang anti penuaan alami" memicu perdebatan sengit di media sosial.
Penelitian komunikasi antarbudaya menunjukkan bahwa perempuan childfree di Indonesia menggunakan berbagai strategi negosiasi wajah (face negotiation) untuk menghadapi kritik sosial.
Perspektif Akademis dan Filosofi Antinatalism
Studi fenomenologi terbaru mengeksplorasi bagaimana mahasiswa Indonesia memandang fenomena childfree.
Penelitian ini mengungkap bahwa generasi muda memiliki interpretasi yang beragam tentang konsep keluarga ideal, dengan sebagian melihat childfree sebagai pilihan yang mencerminkan kualitas daripada kuantitas.
Dari perspektif antinatalism philosophy, argumen untuk nggak memiliki anak sering kali berdasar pada prinsip bahwa nggak ada yang dapat memberikan persetujuan untuk dilahirkan.
Filosofi ini, meskipun kontroversial, memberikan kerangka etis untuk memahami pilihan childfree.
Kesimpulan: Buku Childfree & Happy adalah Panggilan untuk Menghormati Pilihan
Buku Childfree & Happy: Keputusan Sadar untuk Hidup Bebas Anak karya Victoria Tunggono bukan sekadar manifesto pribadi, tetapi kontribusi penting dalam diskusi tentang kebebasan reproduksi dan pilihan hidup di Indonesia.
Dengan dukungan analisis Corinne Maier dan penelitian akademis terkini, buku ini memberikan perspektif yang seimbang tentang fenomena yang masih kontroversial ini.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam penelitian terbaru tentang transisi demografis, pilihan childfree adalah bagian dari evolusi sosial yang lebih luas.
Yang terpenting adalah menghormati hak setiap individu untuk membuat pilihan yang otentik tentang kehidupan mereka, tanpa judgment atau tekanan sosial.
Terlepas dari berbagai kekurangan, buku ini sangat direkomendasikan buat siapa saja yang ingin memahami perspektif alternatif tentang kebahagiaan dan pemenuhan hidup di luar norma konvensional.
Cocok untuk akademisi, praktisi sosial, dan masyarakat umum yang tertarik pada evolusi nilai-nilai sosial di era modern.
Tentang Buku:
- Judul: Childfree & Happy: Keputusan Sadar untuk Hidup Bebas Anak
- Penulis: Victoria Tunggono (Tori)
- Penerbit: EA Books / Buku Mojok Group
- Tahun: 2021
- Halaman: 150 halaman
- ISBN: 978-623-94979-5-8
Pada akhirnya, buku ini berhasil membuktikan bahwa kebebasan memilih nggak pernah sesederhana dikotomi "punya anak atau nggak."
Ia adalah tentang kebahagiaan otentik yang kita definisikan sendiri, bukan yang dipaksakan oleh orang lain.
Jika kamu berani membaca buku ini, apakah kamu juga berani menjalani kebahagiaan yang orang lain anggap salah?

Komentar
Posting Komentar