Postingan

Menampilkan postingan dengan label Di Balik Naskah

Tantangan Menulis Tentang Komunitas dan Budaya Lokal: Catatan Reflektif dari Runduma

Gambar
Esai Bagian 3 dari Seri "Perjalanan Menulis Buku Runduma" (Etika dan Refleksivitas Etnografi) "Yang paling akhir dari sebuah perjalanan adalah pengalaman yang bisa jadi pengamalan." — Mahéng, Runduma: Surga Kecil di Wakatobi Dari Niat Memberdayakan ke Pembelajaran Mendalam Ketika pertama kali berangkat ke Pulau Runduma, saya datang dengan semangat volunteer yang lazim: membawa serta pengetahuan untuk "memberdayakan masyarakat lokal."  Pendidikan formal dan bacaan akademik yang saya miliki membuat saya merasa cukup siap berkontribusi. Namun, Runduma segera mengubah semuanya. Di hadapan realitas kehidupan Runduma saya justru dihadapkan pada kenyataan yang berbeda: saya yang harus belajar untuk lebih "pintar" memahami kehidupan. Pengalaman ini mengajarkan saya tentang positionality dan reflexivity dalam penelitian etnografi.  Posisi saya sebagai outsider (orang luar komunitas...

Proses Riset Lapangan dan Wawancara dalam Menulis Buku Runduma

Gambar
Esai Bagian 2 dari Seri "Perjalanan Menulis Buku Runduma"   Setiap tulisan yang otentik lahir dari telinga yang mau mendengar dengan baik. Dalam penulisan Runduma: Surga Kecil di Wakatobi , riset lapangan menjadi jembatan krusial antara data faktual, pengalaman personal, dan suara masyarakat  yang hidup berdampingan dengan laut.  Proses ini mengubah catatan lapangan menjadi kisah hidup yang membumi serta dapat dipercaya. Artikel ini membedah sebagian kecil metodologi yang saya gunakan di Pulau Runduma, dari merancang riset sosiologis hingga menerapkan etika storytelling , yang secara fundamental membentuk narasi dalam buku. 1. Merancang Riset Lapangan: Dari Peta ke Pulau Tulisan nonfiksi kreatif memerlukan peta penelitian yang fleksibel.  Langkah awal riset bukan hanya menandai koordinat, tetapi memahami sejarah dan struktur sosial yang mendasarinya.  Saya mempelajari bahwa penduduk Runduma berasal dari Tiga ...

Runduma Wakatobi: Menjelajahi Surga Terluka (Catatan Penulis dan Latar Belakang Sosiologis)

Gambar
Esai Bagian 1 dari Seri "Perjalanan Menulis Buku Runduma" Ketika Peta Bicara Lebih dari Koordinat Ada dua alasan mengapa seorang penulis memilih sebuah tempat sebagai latar cerita.  Pertama, karena ia pernah berada di sana—fisiknya menyentuh tanah, matanya menatap horison, telinganya mendengar suara ombak atau angin malam.  Kedua, karena tempat itu punya jiwa yang seolah memanggil, mengajak dialog yang lebih dalam dari sekadar keindahan visual. Wakatobi, khususnya pulau kecil Runduma, menjadi setting buku saya Runduma: Surga Kecil di Wakatobi karena kombinasi kedua alasan tersebut.  Ini bukan pilihan yang lahir dari rekomendasi wisata, tapi dari pengalaman langsung dan refleksi mendalam tentang apa artinya menjadi bagian dari Indonesia. Terutama Indonesia yang jarang terdengar, yang terlupakan. Wakatobi: Di Balik Akronim yang Eksotis Wakatobi adalah akronim dari empat pulau utama: Wangi-Wangi, Kaledupa, ...