Wisata Solo Raya dan Batik Tulis: Perjalanan Penuh Filosofi ke Galeri Abhipraya dan Candi Cetho
WAJAH PARA INSAN KAMIL terpampang jelas hilir mudik hingga ke sudut-sudut Stasiun Purwosari di Jalan Slamet Riyadi, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Panas terik mengundang peluh menemani perjalanan kami pada Senin 30 Mei 2022.
Tiba-tiba saja kedua pipi Solihin atau Ink, yang dipertuan agung di kelompok ini merah merona.
Ia tampak sumringah sampai-sampai meninggalkan kami yang berhenti di salah satu minimarket waralaba dalam kompleks stasiun.
“Sekejap, saya masih beli air, mau basahi tenggorokan.”
Sekira pukul 11.30 WIB, sebuah Toyota Calya berdiri kokoh di pintu masuk stasiun. Tampak dari air muka cukup masak, para penghuni mobil yang dipandu oleh Aris Kurniadi ini sepertinya menunggu cukup lama.
“Selamat pagi,” ucap Ziba menyindir.
Sambil tergelak dan menghindari perdebatan, kami memilih untuk segera memasuki mobil.
Belajar Batik Tulis Kontemporer di Galeri Abhipraya Sukoharjo
Aris lantas memandu kami menuju Galeri Abhipraya dan Kantor Komunitas Kain dan Kebaya Indonesia Provinsi Jawa Tengah dan Kotamadya Surakarta di Dusun Krecekan RT 03 RW 06 Wironanggan Ganggak Kabupaten Sukoharjo.
Sesampainya di tempat kejadian, semua mata langsung tertuju pada Hapsari Abdi Dalem Keraton Kasunanan Surakarta di teras Jogjo Galeri Abhipraya yang sudah menunggu sedari pagi.
Setelah menikmati kudapan khas Surakarta di teras Joglo yang sudah berdiri sejak 1920 ini, lantas kami mulai belajar membatik.
Apa Arti Kata Batik dan Bagaimana Proses Batik Tulis Kontemporer?
Dalam buku Batik: Warisan Adiluhung Nusantara karya Asti Musman dan Ambar B. Arini dijelaskan bahwa istilah ‘batik’ berasal dari bahasa Jawa yang merupakan rangkaian dari kata mbat yang artinya ngembat atau melempar berkali-kali dan tik yang artinya titik.
Ada pula yang beranggapan bahwa kata batik berasal dari kata amba yang berarti kain yang lebar dan kata titik. Artinya batik merupakan titik-titik yang digambar pada media kain yang lebar sehingga menghasilkan pola-pola yang indah.
Lantas serentang kain dihadapkan pada masing-masing kami untuk proses awal membatik.
Saya menduga ini kain mori.
Ink paling bersemangat di antara kami. Kata Ink, ia baru menyadari—mungkin juga kami—seluk-beluk membatik adalah pekerjaan yang riskan serta butuh effort lebih.
“I also just realised the intricacy of batik painting and why the colours tend to lean of earthy and more natural tones. The art is definitely amazing, my respect for batik painters just went to the moon!”
(Saya baru ngerti betapa rumitnya membatik, dan kenapa warnanya dominan ke nuansa tanah yang lebih natural. Seni ini luar biasa dan bikin rasa hormat saya pada para pembatik langsung melesat ke langit!)
Ink benar, membatik nyatanya memang tidak mudah.
Diawali dengan melukis pola di atas kain atau disebut juga dengan nglengreng, kemudian mencanting atau melekatkan malam (sebutan lokal untuk wax-resist dyeing), dilanjutkan dengan nyolet yaitu memberikan warna pada bagian tertentu dengan kuas.
Hapsari menjelaskan proses yang diajarkan kepada kami adalah batik tulis kontemporer.
“Kalau mau tahu pacarmu sabar atau nggak, ajak ia membatik,” hujam Fara.
Filosofi dan Motif Batik Tulis di Galeri Abhipraya
Kalau kamu berkunjung ke Galeri Abhipraya, kamu akan disuguhkan dengan pemandangan rumah Joglo khas Jawa Tengah.
Galibnya, Rumah Joglo lazim di pelipis mata, termasuk di Dusun Krecekan. Namun di daerah ini, Galeri Abhipraya memang tertua.
Rumah ini sudah berdiri sejak 1920. Hapsari cerita, Galeri Abhipraya yang bermakna ‘selalu berkembang’ sudah dirintis sejak 2013, namun resmi dipatenkan menjadi Hak Kekayaan Intelektual pada 2018.
Usai belajar membatik, kami beranjak ke pringgitan. Ruang ini adalah bagian utama dari Galeri Abhipraya.
Terdapat beberapa motif batik terpajang, di antaranya: Motif Parang Kusumo, Ratu Ratih, Truntum Kuncoro, Sido Asih, Wahyu Mulyo, Mulyo Dlimo, Truntum Lar, dan lain sebagainya.
Batik Truntum Kuncoro mengundang hati kami. Batik Truntum merupakan motif batik yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Ingkang Sinuhun Sri Susuhunan Pakubuwana III dari Surakarta).
Hapsari menyarankan agar motif ini dipakai oleh para orang tua yang akan menikahkan anaknya.
“Truntum kuncoro artinya cinta sejati yang membawa pada kemasyhuran,” ujar Hapsari.
Eksplorasi Sejarah dan Keindahan Alam di Candi Cetho, Karanganyar
Dari lantai delapan Hotel Tosan di Solo Baru, dering gawai mulai bersahutan.
Nada itu sebagai pertanda lawatan kami di Surakarta akan segera terminasi. Kami harus melanjutkan darmawisata dan meninggalkan satelite town penyangga Surakarta.
Bertolak kurang lebih 50 kilometer dari Hotel Tosan, destinasi kami selanjutnya adalah Candi Cetho di Gumeng, Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar.
Penamaan candi yang berdiri di atas ketinggian 1496 mdpl ini diambil dari dusun tempat candi tersebut berdiri. Kata cetho (cethå) dalam bahasa Jawa berarti “kelihatan jelas.”
Benar saja, mengunjungi Cetho siapapun akan terpana karena akan terlihat jelas keindahan pemandangan yang terhampar.
“I just love the view. It’s really lovely!” kata Ink.
Keunikan Candi Cetho dan Kontroversi Pemugaran
Candi Cetho diduga kuat didirikan pada masa pemerintahan Brawijaya V dari kerajaan Majapahit.
Hal ini didasarkan dengan adanya sengkalan angka tahun yang terpahat pada gapura teras VII berbunyi goh wiku hanahut iku yang berarti 1397 Saka atau 1476 Masehi.
Candi yang dibangun sebagai tempat untuk upacara ruwatan (penyucian diri) dengan aura magis cukup tinggi berbentuk punden berundak (teras) yang terdiri dari 14 punden.
Namun, pemugaran ini diduga tidak ada pembacaan yang matang, karena struktur asli bangunan banyak yang berubah.
Akibatnya, terdapat sejumlah objek baru diperkirakan tidak original, termasuk penambahan arca berbentuk Dewi Saraswati yang tidak ada dalam hasil penelitian yang ditulis oleh Van de Vlies pada 1842.
Tantangan Akses ke Candi Cetho
Meskipun menyimpan berbagai keunikan, Candi Cetho sayangnya tidak sekondang Prambanan atau Borobudur karena akses menuju lokasi relatif sulit.
Dibutuhkan kendaraan pribadi dalam keadaan prima dengan keterampilan mengemudi yang baik.
Kendati demikian, mata kamu akan dimanjakan pemandangan kiri kanan jalan dengan hamparan persawahan berlanskap pegunungan serta perkebunan Teh Kemuning nan hijau.
Perjalanan sulit itu punya nilai lebih buat kamu yang mengimaninya.
Ink bilang, lelah dalam perjalanan dan kurang istirahat adalah proses yang harus dinikmati dan disyukuri.
“It’s not always about the destination, sometimes it’s about the journey,” katanya.
“Mobil nggak bisa nanjak plus harus turun dari mobil akhirnya jalan kaki bareng-bareng pas tanjakan punya nilai lebih,” sambung Amber.
Perjalanan Solo Raya Penuh Makna
Ziba kembali menatap layar gawainya di kompleks Candi Cetho, Kain Poleng masih terpasang rapi dipinggangnya.
Dari raut wajahnya ia terlihat kelelahan. Sesekali ia mengarahkan gawai ke arah kami untuk mengambil gambar.
“Ini momen perjalanan yang paling keren selama lima tahun terakhir dalam hidupku, mungkin karena bareng kalian.”
Kalimat itu diaminkan oleh Singgih, yang dituakan dalam kelompok ini. Menurutnya banyak yang bisa dipelajari dari pertemuan ini.
“Jadi pengen ke Solo lagi, from the very heart of mine.”
Pada akhirnya, Solo Raya, dari sentuhan malam batik di Sukoharjo hingga punden berundak di kaki Gunung Lawu, mengajarkan kita satu hal esensial, seperti yang diungkap Ink: It’s ain't always about the destination, sometimes it’s about the journey.
Perjalanan bukan selalu tentang tujuan, adakalanya tentang prosesnya.
Ini adalah perjalanan yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga mengasah kesabaran, memperkaya jiwa.
Sekaligus mengingatkan kita bahwa setiap tanjakan curam dalam hidup pasti berujung pada hasil yang nggak selalu bisa kita duga.
Jadi kapan kamu merencanakan perjalanan sendiri ke Galeri Abhipraya dan Candi Cetho?
Banyak orang bisa memotret view indah. Tapi hanya sedikit yang mampu menceritakan makna di balik perjuangan mencapai view itu.
Setelah membaca ini, tantangannya bukan lagi menemukan destinasi, melainkan menemukan nilai dalam setiap langkah kaki.
Naskah ditulis oleh Mahéng sebagai Advetorial Yayasan Ahmad Bin Bari dan tayang pertama kali pada 19 Juli 2022.



Komentar
Posting Komentar