Tips Menulis Humor ala Mahéng: Cara Bikin Pembaca Ketawa Sekaligus Kena Tempeleng
Kalau tips menulis humor yang kamu cari cuma berisi "gunakan kata-kata lucu" atau "bikin pembaca tersenyum," maka esai ini bukan buat kamu.
Tapi kalau kamu mau menulis humor yang bikin orang ngakak, terus tiba-tiba diem, mikir, lalu merasa ditampar halus, selamat datang, kamu sudah berada di jalan yang lurus.
Di sini, humor bukan sekadar hiburan; ia adalah senjata kritik sosial yang paling ampuh juga elegan.
Esai ini akan membedah formula rahasia yang saya gunakan untuk mengubah kegelisahan pribadi dan isu sosial menjadi sebuah esai humor yang berbobot.
Kita akan belajar cara menyusun narasi yang awalnya terlihat receh, tiba-tiba menyinggung isu serius, hingga membuat pembaca berpikir, “Lah, kok nyambung, tapi kok masuk akal juga?”
Tips Menulis Humor dengan Konsep PEEL
Sebelum masuk ke teknik spesifik, penting untuk memahami bahwa humor berkualitas membutuhkan struktur.
Konsep PEEL (Point, Evidence, Explanation, Link) menjadi kerangka yang memastikan tulisan humormu nggak hanya lucu, tetapi juga berbobot.
- Point (Poin Utama): Setiap humor harus punya target—baik itu ironi sosial, absurditas sistem, atau kontradiksi perilaku manusia. Tanpa poin yang jelas, humor hanya menjadi noise.
- Evidence (Bukti): Gunakan fakta, fenomena nyata, data atau bahkan pengalaman personal sebagai bahan bakar. Humor yang berbasis realita selalu lebih menusuk. Misalnya, absurditas lowongan kerja yang menuntut pengalaman 5 tahun untuk fresh graduate.
- Explanation (Penjelasan): Di sinilah letak kekuatan humor. Jelaskan mengapa situasi tersebut absurd dengan cara yang membuat pembaca sadar betapa konyolnya realita yang mereka terima sebagai "normal."
- Link (Kaitan): Tutup dengan refleksi yang menghubungkan kembali humor dengan pesan besar. Buat pembaca merasa telah mendapat insight, bukan sekadar entertainment.
Apa Saja Elemen Kunci dalam Menulis Humor?
Elemen kunci dalam menulis humor satir sosial yang efektif adalah Kontras Absurd, Analogi yang Menampar, dan Voice yang Jujur.
Ketiganya bekerja bersama untuk menciptakan kejutan kognitif: ketika pembaca mengharapkan kelucuan, mereka justru mendapatkan kritik yang terselubung.
Humor satir nggak hanya bertujuan untuk melucu, tetapi juga sebagai alat advokasi subliminal yang elegan.
Strategi Menulis Humor ala Mahéng
1. Pembuka: Curhat Personal yang Tiba-Tiba Ngegas ke Absurditas
Tips menulis humor yang pertama adalah membuka dengan sesuatu yang dekat dengan pembaca—bacotan, pengalaman personal, atau observasi keseharian. Lalu, secara tiba-tiba, tarik ke isu yang lebih besar.
Contohnya: "Saya kira tepuk tangan itu cuma muncul kalau Manchester United berhasil mengalahkan Semen Padang. Ternyata sekarang sudah masuk ke ranah pernikahan."
Struktur ini efektif karena menciptakan cognitive dissonance—pembaca diajak dari zona nyaman (hal receh) langsung ke kritik sosial.
Menurut teori incongruity yang dikembangkan oleh filsuf Arthur Schopenhauer dan dijelaskan dalam Internet Encyclopedia of Philosophy, kejutan inilah yang memicu tawa sekaligus refleksi.
Pembuka yang baik bukan hanya menarik perhatian, tetapi juga menetapkan nada: "Ini bukan tulisan serius, tapi juga bukan main-main."
Teknik ini bekerja karena membangun kedekatan emosional sebelum melempar bom satir. Pembaca merasa diajak ngobrol santai, bukan dikhotbahi. Maka saat "tamparan" datang, mereka sudah terlalu invested untuk kabur.
2. Isi: Sindiran Tajam Dibungkus Analogi Absurd
Setelah pembuka, saatnya membangun tubuh artikel atau esai dengan analogi absurd yang tajam. Ambil fakta serius, lalu bandingkan dengan hal-hal receh yang membuat kontrasnya makin mencolok.
"Mungkin cuma di Indonesia lowongan kerja bisa lebih absurd dari naskah drama China di Facebook."
Kalimat ini bukan sekadar lelucon. Ia mengkritik sistem rekrutmen tenaga kerja yang nggak masuk akal sambil menggunakan referensi budaya pop yang familier. Humor writer Dave Fox, yang dikutip dalam artikel Gay Merrill, menyatakan bahwa, "Humor isn't a gift handed down by the gods. It's a skill anyone can learn."
Kuncinya adalah menggunakan analogi yang nggak terduga namun masuk akal membuat pembaca berkata, "kok bisa nyambung ya?"
Dalam menulis humor satir, pilih target yang spesifik: kebijakan absurd, tren sosial yang konyol, atau perilaku kolektif yang kontradiktif. Jangan terlalu umum, karena kritik yang terlalu luas kehilangan gigitan.
Sebaliknya, jangan terlalu personal hingga terkesan dendam. Satir yang baik adalah kritik impersonal terhadap sistem, bukan individu. Ini juga berguna melindungimu dari pasal karet UU ITE.
3. Satir Sosial: Ngegas tapi Tetap Elegan
Humor satir selalu punya target sosial yang jelas. Tapi bedanya dengan sekadar ngomel, satir dibungkus dengan ironi dan absurditas yang membuat pembaca tertawa sambil merasa tertampar.
Contoh: "Seandainya besok kamu pusing lihat tagihan, mungkin akan lahir tepukan versi baru: Tepuk Jidat."
Kalimat ini mengkritik solusi simbolik yang nggak menyelesaikan masalah ril. Ia nggak menuding pihak tertentu secara frontal, tetapi membiarkan pembaca sendiri yang menarik kesimpulan.
Menurut penelitian dari Kellogg School of Management yang dipublikasikan tahun 2025, satir memiliki kekuatan unik dalam membentuk persepsi publik. Bahkan lebih kuat dari kritik langsung.
Peneliti Derek Rucker menemukan bahwa satir cenderung membuat audiens mengevaluasi target lebih negatif karena elemen humor membuat kritik lebih mudah diterima sekaligus lebih menusuk.
Teknik "ngegas elegan" ini membutuhkan keseimbangan: cukup tajam untuk menusuk, tapi nggak kasar hingga menyinggung.
Gunakan kata-kata yang cerdas, bukan vulgar. Biarkan logika absurd berbicara sendiri sehingga pembaca yang cerdas akan langsung paham, sementara yang nggak siap akan sekadar tertawa tanpa sadar sedang dikritik.
4. Penutup: Reflektif dan Menggantung—Tempeleng Halus yang Bikin Mikir Lama
Setelah membawa pembaca melalui rollercoaster humor dan kritik, saatnya menutup dengan nada yang sedikit turun. Lebih reflektif, tapi tetap menggantung.
Penutup yang baik bukan memberi jawaban, tetapi membuka pertanyaan. Ia membuat pembaca berhenti sejenak, lalu mikir: "Eh iya juga ya... aku baru sadar." Teknik ini juga disebut "mic-drop."
Anggap saja kamu pernah ketemu nama Mahéng nyempil di antara ribuan Blogger lain. Entah saya dikenang atau dilupakan, itu urusan waktu.
Yang penting, pernah ada jejak saya di sini—sebelum ikut raib bersama buku-buku yang, di mata polisi, dianggap lebih berbahaya daripada narkoba.
Kalimat penutup seperti ini bekerja karena mengubah tone dari satir menjadi introspeksi. Pembaca yang tadinya tertawa, kini dihadapkan pada refleksi personal.
Penutup yang efektif dalam humor writing adalah yang membuat pembaca merasa mendapat sesuatu lebih dari sekadar tawa.
Hindari penutup yang terlalu menggurui atau sok bijak. Biarkan pembaca sendiri yang mengambil hikmah.
5. Bonus Bumbu Khas Mahéng: Campur Formal dan Kasual, Ciptakan Memorable Absurdity
Salah satu teknik yang kerap saya gunakan adalah pencampuran register bahasa. Formal dan kasual berdampingan dalam satu kalimat.
Ini menciptakan efek humor tambahan melalui kontras linguistik.
Dulu banget, cita-cita saya mulia: jadi orang sukses. Seperti sukses yang dipromosikan di media sosial. Kerja sesuai passion, nggak lihat harga pas belanja, bisa bawa orang tua umrah, dan pas diunggah ke Instagram takarirnya bijak, bukan galau.
Perhatikan bagaimana kalimat ini memadukan aspirasi serius ("cita-cita mulia") dengan deskripsi receh ("nggak lihat harga pas belanja").
Teknik ini disebut code-switching dan terbukti efektif dalam menciptakan humor karena melanggar ekspektasi pembaca terhadap konsistensi register bahasa.
Kesimpulan: Humor adalah Senjata Kritik yang Estetik
Menulis humor bukan tentang seberapa banyak orang ketawa, tapi seberapa lama mereka mikir setelahnya.
Mulai dari pembuka yang awalnya curhat tapi tiba-tiba ngegas, isi yang penuh sindiran tajam dibungkus analogi absurd, satir sosial yang elegan, hingga penutup yang reflektif dan menggantung.
Tambahkan bumbu seperti pencampuran bahasa formal-kasual dan frasa absurd yang memorable, maka tulisanmu nggak hanya lucu—tapi juga berbahaya.
Cobalah menulis humor hari ini.
Siapa tahu besok kamu bukan cuma bikin pembaca ngakak, tapi juga bikin mereka mikir, lalu pelan-pelan mengubah sesuatu. Bahkan kalau itu cuma caranya minta maaf ke pasangan karena lupa balas chat waktu ketiduran.

Komentar
Posting Komentar