5 Langkah Jitu Menulis Esai dan Non-Fiksi yang Kredibel dan Matang
Ide personal adalah bahan bakar utama tumbuhnya esai dan tulisan non-fiksi yang penuh karakter, namun ide tanpa dibarengi dengan argumentasi yang bernas hanya akan dipandang sebagai curahan subjektif semata.
Di tengah derasnya arus konten digital yang tidak terbendung seperti sekarang, membangun trust pembaca adalah segalanya.
Setiap klaim dan sudut pandang perlu didukung data, logika, dan struktur yang baik.

Esai ini mengupas bagaimana cara mengubah ide kita menjadi esai atau tulisan non-fiksi yang kredibel, layak terbit, dan berpotensi diterima oleh media massa. Kita akan membedah lima langkah kunci, mulai dari validasi data, membangun argumen, hingga menciptakan call to action yang menggugah.
Langkah 1: Tentukan Benang Merah (Mengawinkan Opini dan Fakta)
- Buka dengan Refleksi Personal: Tulisan saya hampir selalu dimulai dengan premis dan pengalaman personal, termasuk curhat, atau cerita yang baru saya alami. Tujuan saya memaparkan pengalaman di awal adalah untuk membangun kedekatan emosional dengan pembaca sekaligus memberi warna pada tulisan saya.
Masukkan Fakta Penyokong: Setelah mengajukan opini awal, atau curhat tadi, segera sisipi data penyokong. Misalnya, data dari survei, buku, atau kutipan dari tokoh tertentu.
Contoh Praktis: Pada esai Paylater, Racun yang Membuat Kelas Menengah Sulit Kaya, saya menyertakan data dari Harian Kompas yang mencatat bahwa sekitar 52 juta jiwa dari total penduduk Indonesia, termasuk dalam kategori kelas menengah alias kelompok orang yang dikatakan "susah kaya." Data ini menjadi penguat argumen tentang nasib kelas menengah, sehingga esai saya tidak berdiri sendiri tapi didukung fakta aktual.
Kombinasi narasi subjektif dan fakta objektif ini membuat
tulisan kamu punya bobot, dipercaya pembaca, dan lolos kriteria redaksi.
Langkah 2: Validasi Tuntas (Memilah Fakta dari Asumsi)
Ide atau opini pribadi adalah bahan mentah dan fact-checking
adalah proses "pemurniannya." Langkah ini krusial untuk memastikan esai kamu
tidak bias dan memiliki rujukan yang kredibel.
- Lakukan Triangulasi Riset: Saat menulis tentang isu Rumah KPR, saya tidak hanya berhenti di pengalaman saya yang belum bisa beli rumah. Saya mengumpulkan data dari instansi tertentu, pendapat ahli keuangan, atau artikel berita terbaru. Triangulasi ini memastikan argumentasi saya tidak bias, dan klaim “KPR justru merugikan” memiliki rujukan kredibel.
- Integrasi Data ke Narasi: Alih-alih membiarkan data membebani narasi, saya selalu memasukkan data sebagai pendukung cerita. Saat bercerita tentang suatu tema, saya kutip data relevan, lalu refleksi pribadi saya temukan berdasarkan data itu. Esai tetap mengalir dan tidak terasa seperti laporan statistik.
Langkah 3: Bangun Kerangka PEEL (Struktur Argumentasi Kuat)
Body esai adalah medan perang argumen kamu. Struktur yang
runut dan logis akan menjadikannya tidak mudah dipatahkan.
- Sistem PEEL: Struktur argumentasi yang kuat sebaiknya mengikuti sistem PEEL: Point (ide utama), Evidence (data pendukung), Explain (penjelasan), dan Link (penghubung ke isu lain).
- Penerapan Konkret: Ketika membahas lebih dalam suatu ide, awali dengan fakta penelitian (Point), lalu jelaskan konteksnya melalui pengalaman pribadi (Explain), dan akhirnya kaitkan dengan masalah yang lebih besar (Link).
- Keuntungan Struktur Runut: Struktur ini menjadikan esai atau tulisan non-fiksi kamu tidak mudah dipatahkan dan memenuhi kriteria editorial media massa, karena alur logikanya tersampaikan dengan jelas.
Langkah 4: Hadapi Kontra-Argumen (Kematangan Diskursus)
Editor atau redaktur menyukai tulisan yang berani menghadirkan
diskursus, bukan sekadar mencari persetujuan. Tulisan yang matang mampu
mengantisipasi dan menanggapi sudut pandang yang berbeda (counter-argument).
- Mengakui Sudut Pandang Lain: Angkatlah sudut pandang (angle) berbeda. Misal, pendapat yang menganggap kecerdasan buatan (AI) menghilangkan orisinalitas dan merusak profesi penulis.
- Melakukan Refutasi Obyektif: Tanggapi counter-argument dengan data dan analisis empiris yang obyektif. Tunjukkan bahwa AI justru jadi alat bagi penulis untuk memperdalam riset dan jiwa tulisannya tetap kamu (misalnya dalam esai ini, AI bisa bantu saya mendesain ilustrasi). Dengan mengakui dan melakukan refutasi, tulisanmu dianggap matang dan tidak bias.
- Tujuan: Keberanian ini menunjukkan kematangan berpikir dan memperkuat otoritas kamu sebagai penulis.
Langkah 5: Menyimpulkan dan Menggugah (Final Call to Action)
Kesimpulan bukan sekadar pengulangan, melainkan sintesis
akhir yang meninggalkan kesan mendalam dan mendorong aksi dari audiens atau
pembaca.
- Sintesis, Bukan Pengulangan: Rangkum argumen inti dengan menyintesis, bukan mengulang kalimat yang sama. Kesimpulan mengajak pembaca memahami relevansi idemu sekaligus memproyeksikan dampak nyata dari perspektif yang kamu tawarkan.
- Call to Action sebagai Penutup Khas: Call to Action adalah ciri khas esai yang kuat—undanglah pembaca bertindak, merenung, atau bahkan berdiskusi, bukan memerintah. Ada versi lain yang lebih halus, dikenal sebagai Call to Value.
Sekarang giliranmu. Coba tentukan ide esai atau tulisan non-fiksimu, validasi datanya, dan susun argumen dengan pola PEEL.
Gunakan lima langkah ini sebagai bekal untuk menilai kenapa sebuah tulisan belum berhasil tayang di media yang kamu incar.
Punya pandangan lain? Tulis di komentar—saya ingin dengar.
Komentar
Posting Komentar